(Aku menyesal baru saja menemukannya di folder yang lama tak terbuka)
Aku
selesai mengetik huruf – huruf yang terangkai menjadi sebuah cerita
yang pendek. inilah kegiatan malamku apabila tidak ada tugas kampus.
Secangkir teh hangat mampu membuatku jatuh cinta dengan suasana malam
kota Jakarta, yang sebagian lampu – lampu kotanya bagaikan bintang
– bintang kecil yang berkelip saat aku lihat dari lantai 30
apartmentku yang telahku huni selama 2 tahun ini.
Tiba
– tiba aku teringat perkataan Leka tadi pagi dikampus “Vel..
belajar buka hati deh, Ryan itu benar – benar cinta dengan kamu,
dia rela nunggu kamu dari awal kita mahasiswa baru” Leka adalah
sahabatku di kampus, dia selalu berkomentar kenapa aku tak pernah
jatuh cinta atau parahnya lagi mungkin aku tidak bisa jatuh cinta.
Dicerpen – cerpenku, aku mampu membuat sebuah cerita cinta indah
antara lelaki dan perempuan seperti yang sering aku lihat di film
atau bahkan aku baca di novel – novel best
seller,
tetapi aku sendiri, belum pernah merasakan indahnya cinta.
“kamu
itu cantik Nauvel, kamu itu pandai, IPKmu diatas rata – rata, kamu
anak seorang pengusaha ternama di Jogjakarta, seharunya kamu mudah
saja tinggal pilih laki – laki yang ada dikampus ini” ini adalah
satu paket kalimat kedua setelah kalimat pertama diatas tadi Leka
ucapkan. Sama sekali itu semua tidak mempan untuk menumbuhkan sebuah
rasa dihati ini. Cinta.
*****
Aku
mulai kesal, di perpustakaan pada rak tertentu pada puluhan buku
tentang penyakit diabetes mellitus dengan nama pengarang yang aku
cari, dari lima belas menit yang lalu tidak kunjung aku dapati,
padahal kemarin aku masih melihatnya di deretan buku yang ada di
hadapanku ini.
“sorry..
cari buku tentang diabetes mellitus? dengan nama pengarang ini?”
katanya, entah siapa, jari telunjuknya menunjukkan kearah penerbit
buku yang aku maksud. Spontan mataku berbinar, buku yang aku maksud
akhirnya aku temui juga, bagaimana tidak, buku yang aku cari adalah
buku diabates mellitus terlengkap sebagai pendukung bab 2 tinjauan
pustaka pada proposal skripsiku, tiba – tiba aku tersadar dengan
lelaki yang memberikan buku ini kepadaku secara kebetulan.
“kenapa
kamu tau aku lagi cari buku ini?” tanyaku tersenyum tipis
“aku
dari tadi duduk dibelakangmu, apa kamu tidak sadar dari tadi juga
kamu ngomel – ngomel sendiri cari buku ini gak dapat – dapat?
ternyata saat aku lihat buku yang kamu maksud sedang aku baca, ya
langsung aku berikan saja dengan kamu” lelaki itu tertawa kecil,
mungkin dia rasa tingkahku tadi lucu, dan aku hanya memonyongkan
bibir serta mengangguk - angguk.
“kamu
kenapa baca buku ini?” tanyaku kembali, aku dan lelaki yang entah
namanya siapa ini pun duduk dikursi perpustakaan
“suka
aja baca buku tentang diabetes, itung – itung nambah pengetahuan”
jawabnya singkat
“bagus
– bagus, kalau gitu boleh dong jelaskan lebih lanjut tentang
penyakit ini, yah kalau pun kamu lelaki berhati malaikat, boleh juga
dong bantu aku sekaligus nyelesain skripsiku tentang ini”
ekspresinya kaget lalu kami berdua pun tertawa
“ntar
deh ya, gak bisa sekarang, gimana kalau besok dikantin fakutasmu aja
pukul 11 siang aku kesana, aku mau cabut ni, soalnya setengah jam
lagi aku mau janjian dengan orang” dia langsung memasang kaca
matanya, berdiri dan langsung beranjak
“eh
tunggu, emang kamu anak mana?” aku penasaran
“kampusku
ada disebelah kampusmu” jawab lelaki itu diiringi dengan senyumnya
yang mungkin masuk katagori yang susah untuk aku artikan, otakku pun
langsung mengingat kampus itu adalah fakultas hukum.
*****
Sore
ini setelah mandi, aku menyisir rambut pirang ikal alamiku didepan
cermin, aku pandangi wajahku yang berkulit kuning langsat ini dengan
padangan kosong, tanpa sadar aku tersenyum tipis, mengingat kejadian
tadi siang di perpustakaan, ada yang membuat hati ini girang, hanya
karena besok ingin bertemu dengan lelaki itu lagi, entah kenapa
perasaan sederhana ini tiba – tiba menyenangkan, beberapa saat
kemudian aku tersadar, dengan pergerakan yang serentak aku meletakkan
sisirku dan menghentikan senyumku yang tak jelas ini.
*****
Pukul
10.50 WIB aku sudah dikantin, dan aku baru sadar kalau aku tidak
mengetahui nama lelaki itu, “aneh,
bagaimana aku bisa memanggilnya nanti”
gumam kesalku dalam hati, aku hanya bermodalkan ciri – cirinya
fisiknya yang langsung aku rekam saat pertemuan pertama kemarin,
lelaki itu memiliki tinggi badan sekitar 165 cm, rambutnya rapi
tertata, berkulit putih dan senyum yang tak pernah lepas dari bibir
tipisnya, aku tersadar aku sedang mengingat atau memuji dirinya, lalu
aku berusaha menahan sesuatu, yaitu senyum.
“sudah
lama?” tiba – tiba aku mendengar suara dari arah kananku, ada
rasa bahagia yang mengalir dihatiku, dia belum tau namaku, tetapi
bisa menemuiku ditempat seramai ini.
“oh
belum, sekitar lima menit aja, kamu gak ada kelas jam segini?”
“ini
udah jam pulangku kali, oh ya kita dari kemaren belum kenalankan ya,
jadi gak enak ni, aku Revan” Revan mengulurkan tangannya, tersenyum
manis menatapku teduh.
“aku
Nauvel”aku menyambut tangannya dan membalas senyumnya
“gimana
– gimana, ayok ceritakan pengetahuanmu tentang diabetes Van”
lanjutku
“ah
jadi minder nih, masa anak hukum menjelaskan dengan anak kedokteran
tentang penyakit, tapi baiklah, begini. diabetes itu adalah penyakit
gula darah tinggi, ada tipe 1dan 2, kalau 1 itu disebabkan karena
turunan serta 2 dikarenakan gaya hidup, keduanya resistensi insulin
disebabkan kerusakan sel beta pankras tidak memadai untuk memproduksi
insulin sesuai kebutuhan, yang mengakibatkan gula yang berasal dari
makanan yang kita makan tidak bisa dimasukkan kedalam sel untuk
dijadikan energi karena insulin terlalu sedikit, sehingga gula
mengapung dalam darah dan mengakibatkan gula darah tinggi” jelas
Revan kepadaku, sebenarnya aku sudah mengetahui penjelasan Revan,
karena penjelasannya itu adalah penjelasan dasar yang telah aku
terima saat semester 2 perkuliahan, tapi aku tak apa karena ntah
kenapa aku merasa senang bila berbincang dan berdiskusi dengannya.
*****
Seminggu
sudah aku mengenal Revan, seminggu juga aku dengan perasaan aneh ini,
SMS dan telpon sudah menjadi tempat pertemuan kami juga selain
pertemuan secara langsung. Bila bertemu aku suka pandangan serta
senyum Revan, setiap kali dia panggil namaku, setiap kali dia
memperhatikanku, Leka pun mengetahui keadaanku sekarang
“kamu
serius suka Revan Vel? Kamu cewek yang susah jatuh cinta, sekali
jatuh cinta dengan seorang cowok yang tiba – tiba nemu
diperpustakaan gitu aja, sedangkan dari dulu Ryan ngejar – ngejar
kamu, kamu gak punya perasaan apa – apa?” Tanya Leka kepadaku di
suatu resto
“kamu
bisa bayangin kan, aku tiba – tiba suka dengan seseorang ditengah
susahnya aku jatuh cinta, dan kamu bisa bayangin jugakan rasa sukanya
bagaimana? Lupakan Ryan, bila aku menerimanya sama saja aku
menyakitinya, dia mencintaiku, tapi aku tidak.”
*****
Revan
sedang berkunjung keapartmentku, dia baru datang dari mall dekat
apartmentku, entah kenapa dia memberikan sebuah boneka lucu, saat itu
tak terkira bahagiaku.
“Van,
kamu hebat ya tau banget tentang diabetes, padahalkan kamu anak
hukum” ungkapku seraya memakan es krim yang tersedia di kulkasku,
saat itu Revan enggan untuk menerima es krim yang aku beri
Dari
pertanyaanku tadi revan hanya tersenyum
“eemm..
Van, kamuu udah punya cewek?” aku bertanya pelan dengan mata
tertutup tanda malu, akhirnya pertanyaan ini terlontarkan juga
“aku
gak punya cewek, dan aku gak pernah pacaran Vel” jawab Revan
singkat dengan mimik muka yang tiba – tiba berubah tak sama dengan
awal
“kenapa?”
tanyaku berhati – hati
Tiba
– tiba Revan menatapku, aku tak mengerti dengan pandangannya, Revan
tak pernah menatapku seperti ini, tiba – tiba aku gugup dan merasa
bersalah
“sorry,
sorry
banget Van, aku gak maksud lancang untuk tau hal pribadimu” aku
menjadi salah tingkah
“kamu
tau Vel kenapa aku tau banyak tentang diabetes, kamu tau kenapa aku
tidak pernah pacaran, kamu tau kenapa aku tak menerima es krimu,
karena aku seorang penderita diabetes turunan Vel” ungkap revan
dengan mata berkaca – kaca.
Aku
tersentak dan menjatuhkan es krimku, nafasku tersendat, lelaki yang
aku suka ternayata penderita diabetes turunan.
“aku
yakin, kamu pasti tau kalau aku suka dengan kamu Nauvel, aku
menyukaimu sejak awal kita bertemu, aku menyukai perempuan sederhana
sepertimu walau sebenarnya kamu adalah wanita yang luar biasa, aku
tak ingin menjadikanmu pacar setelahnya menikah, keturunan kita akan
mederita seperti aku, penyakitku itulah yang menjadi penghalang
bagiku untuk mengungkapkan kalau aku mencintaimu nauvel”
*****
Kemana
lagi aku harus mencarinya, dia yang aku cinta, Revan tak ada kabar,
aku kekampusnya tidak ada yang tau Revan kemana, aku hanya menangis,
aku sangat merindukannya, aku berharap Revan hadir kembali, aku ingin
mencari jalan keluar untuk penyakitnya karena cinta tak pernah
membiarkan pasangannya sakit sendiri.
*****
Dua
tahun berlalu, aku sudah berprofesi sebagai dokter, diwaktu senggang
aku selalu ke sini, ke resto yang dulu sering aku kunjungi dengan
Leka dan juga Revan, ya sampai saat ini kabar Revan, tak kunjung aku
ketahui, walau sekarang aku tak terlalu memikirikannya pojok resto
ini tepat dipinggir jendela adalah tempat favoritku duduk, ada ipad,
puncake dan jus sirsak kegemaranku yang menemaniku disini, aku larut
membaca arikel yang terdapat pada ipadku.
“Nauvel”
ada sapaan singkat yang tiba – tiba aku dengar dari depanku, tidak
asing tapi aku sempat mencoba mengingat kalau itu suara siapa,
berlahan aku menaikan kepalaku, melihat kesumber suara, aku tak tau
harus bersumpah demi apa, aku menarik nafas panjang sehabis –
habisnya, tubuhku membeku, rahangku tiba – tiba kaku melihat siapa
didepanku, dihadapanku sekarang, saat ini.
“Nauvel
apa kabar, aku tadi mencarimu keapartment, tapi kata satpam kalau
kamu keluar, tidak salah tebakanku kalau kamu kesini”
Tak
aku hiraukan ucapan itu, karena aku hanya mampu mengucapkan satu kata
“Re.. Revan?” lalu aku menata diriku, bahwa ini nyata, Revan ada
di hadapanku sekarang
“kamu,
kamu aneh, kamu selama ini kemana aja Van, aku cariin kamu tau, aku
kangen kamu Van” ungkapku dengan nada menahan tangis
“maafkan
aku Nauvel, sungguh aku maaf, dulu aku pergi tanpa memberitahumu aku
kemana, tapi sekarang aku tidak akan membuatmu sedih dan kecewa lagi,
dulu aku ke Jerman karena di sana aku traspalansi pankreas, sekarang
aku sudah sembuh Vel, aku tidak diabetes lagi, kita bisa sama –
sama Vel” mata Revan berbinar menjelaskan itu, dia sangat terlihat
bahagia.
“sayang,
kamu ngapain di sini?” tiba – tiba ada Rezky, aku bingung kenapa
dia ada di sini, mimik wajah Revan yang tadinya bahagia tiba – tiba
berubah drastis, saat ini Rezky adalah tunanganku, dia lelaki yang
tak mudah cemburu walau aku berteman degan siapa saja, karena memang
kami saling percaya.
“gakppa
Rez, cuman nyantai doang kok, kamu kenapa di sini?” ujarku kaku,
jujur aku didalam posisi yang serba salah
“mau
ketemu dengan kolega bisnis, eh ternyata ketemu kamu di sini, ini
temanmu sayang? kok aku gak pernah liat ya?” Tanya Rezky ramah
padaku
“oh
iya Rez ini kenalkan, dia Revan, dia baru datang dari Jerman, dan
kenalkan Revan, ini Rezky, tunanganku” aku serasa ingin mati saat
ini juga.
“hy
bro, wah cowoknya Nauvel ya, beruntung kamu dapet cewek seperti dia”
ucap Revan berusaha santai.
“iya
nih bro, makasih, oh ya jangan lupa bulan depan datang kepernikahan kami ya Van” ungkap Rezky, tanpa mengetahui perasaan
kami berdua saat ini, Rezky tak pernah tau karena aku tak bernah
bercerita tentang Revan dan perasaanku terhadapnya dulu.
Tak
lama kemudia Rezky menemui koleganya di lantai 2 resto dan membiarkan
aku dengan Revan, sempat lima menit kami terdiam, merasakan
kegundahan jiwa masing – masing.
“aku
terlambat ya Vel” ucap Revan lirih
“dulu
aku mencarimu van, dulu berharap kamu kembali, maafkan aku Van”
ungkapku dengan nada menahan tangis.
“aku
yang salah, tidak memberikan penjelasan terhadapmu bahwa dulu aku
harus pergi untuk memperjuangkan hidup dan harus kembali demi cintaku
kepadamu, sampai akhirnya aku terlambat, aku tak bisa milikimu Vel”
ada air mata jatuh di pipi Revan, dan aku pun tak sanggup membendung
air mata ini, cinta yang aku harap tak berpihak padaku.
“semoga
kamu bahagia dengan Rezky Vel, maafkan aku, terimakasih untuk
semuanya, aku mohon jangan menangis, walau kita tak bisa menjadi
sepasang kekasih setidaknya kita bisa berteman, untuk terakhir
kalinya aku ingin mengungkapkan, kalau aku mencintaimu Vel, sangat
mencintaimu” Revan pun berdiri dan berlalu dengan mengusap air
matanya, dia meninggalkan aku dengan keadan menangis terisak, aku tak
bisa berkata apa – apa, sampai akhirnya aku hanya mampu melihatnya
berlalu dan menghilang dibalik pintu keluar.
Selesai.
hwaaaaaaaaaaa... gag terimo aq lek sad ending gini... emooooh >.<
Hahahaa! Nggaweo dewe versi hepi endinge wah :3
viagra
viagra asli
jual viagra
toko viagra
viagra usa
viagra original
obat viagra
viagra pfizer
obat kuat viagra
obat kuat viagra asli
obat viagra asli
agen viagra
agen viagra asli
apotik viagra
apotik viagra asli
toko viagra asli
jual viagra asli
jual pil biru
toko pil biru
jual obat kuat
toko obat kuat
viagra asli pfizer
viagra asli usa
viagra asli original
viagra cod jakarta
viagra jakarta
viagra asli jakarta
obat kuat jakarta
obat kuat asli jakarta
pil biru jakarta
pil biru asli jakarta
jual viagra jakarta
toko viagra jakarta
agen viagra jakarta
apotik viagra jakarta
toko obat kuat jakarta
harga viagra
beli viagra
titan gel asli
titan gel
jual titan gel
toko titan gel
jual cialis
toko cialis
cialis asli
cialis jakarta
cialis asli jakarta
viagra asli
toko viagra
jual viagra
toko viagra asli
jual viagra asli