Sabda Alam



Sebelumnya, saya tak pernah sedekat ini ketika alam bersabda (yang kalian bilang bencana, well..saya tak mau menyalahkannya), sebelum hari Kamis lalu, 13 Februari 2014. Ada apa? Yes, ketika alam bersabda, Gunung Kelud meletus. Ia berusaha berkomunikasi dengan makhluk hidup, menginginkan hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan manusia. Yuk mari instropeksi…

Kala itu, malam jumat kelabu lalu, saya tengah berada di rumah kakak kandung saya, radius 37km dari Gunung Kelud, kecamatan Rejomulyo, Kediri. 23.50, letusan pertama, saya mendengarnya. Diiringi dengan letusan-letusan selanjutnya. Hujan abu, pasir, kerikil, dan semua material Kelud yang dimuntahkan, sampai di rumah kami, sungguh deras sekali. Suaranya..sekali lagi saya tak pernah sedekat ini dengan apa yang kalian sebut sebagai bencana, padahal ini adalah usaha menuju keseimbangan saja. Takut? Jelas, Tak bisa tidur? Yaiyalah. Jangankan saya, bapak saya yang ada di Bondowoso sana juga tak bisa memejamkan matanya. Ibu saya yang di Jember apalagi, bbm teruuus…doa doa dan doa sepanjang malam itu, semoga erupsi segera berakhir, semoga tak terdengar gemuruh dan letusan-letusan lagi. Semoga tak ada korban jiwa ataupun luka-luka, harta benda? Mungkin iya bagi yang kurang amal saja. Evakuasi malam itu hanya untuk penduduk pada radius 10 km saja, doa saya, cukup segitu ya Allah jangan lebih luas lagi radiusnya untuk evakuasi para pengungsi.

Pukul 04.00, setelah adzan shubuh (saya bahkan tak ingat masihkah ada adzan pagi itu), saya baru bisa memejamkan mata. Hujan material Kelud masih terjadi, walau sudah tak sedahsyat tengah malam itu. Yang terpenting, gemuruhnya sudah tak terdengar lagi. 

Dua jam berlalu, matapun kembali terbuka. Update berita di media, saya pun melihat keadaan sekitar rumah. Pasir di depan rumah teramat tebal sekali, 5 cm? lebih saya kira. Anda percaya pada perkiraan saya? Hahahaa. Herannya, ada tetangga saya yang sempat-sempatnya menimbun pasir di dalam bak, tepat tengah malam saat terjadi erupsi –“ saya sangat berharap kejadian ini tak berdampak pada saya, keluarga saya, rumah ini.


ini pasir pasir di depan rumah saya

 
Jumat dan Sabtu (14-15 Februari 2014)- kami (Saya, kakak saya dan suaminya) bekerja bakti membersihkan rumah, entah sudah disapu dan dipel berapa kali, mengumpulkan pasir di halaman depan rumah, dan juga di bagian atap rumah. Setelah dua hari ini, saya kira semua sudah selesai, dan tak mendapat dampak apa-apa. Kata siapa?



ini di atap, genteng rumah jadi kaya gini
 
Minggu 16 Februari 2014. Siang hari, tetiba hujan hadir dengan derasnya, dan rumah ini WOW bocor luar biasa. Padahal biasanya, tak pernah turun air hujan dalam rumah. Saat ini?? Ember dan bak, hingga panci dan baskom pun telah habis untuk tadah air hujan, banjir dalam rumah sempat terjadi, dan kami harus bergantian mengepel rumah. Ternyata, material kelud lalu, saking banyaknya hingga merusak genteng kami, jadilah bocor sana sini. Tak hanya itu, talang airnya juga pecah (Atau bocor?) jadinya ini bukan bocor biasa, karena air merembes dari sana sini dan tak bisa ditadahi, banjir tak bisa dihindari. Cuma itu? Tidak, saking rusaknya atap rumah ini, beberapa bagian juga jebol plafon-nya. Ini terjadi pada ruang tamu, ruang keluarga, dan teras. Lainnya? Ada sih tanda-tanda, tapi semoga tak terjadi.

plafon ruang tamu

lebih dekat
 
Kamipun sibuk mencari tukang disana sini, tapi percaya atau tidak semua tukang di seantero Kediri juga sibuk membenahi rumah sendiri-sendiri. Yak, semua penduduk Kediri pasti terkena dampak meletusnya Kelud secara tak langsung. Semua tetangga saya sibuk, mereka bahkan mengimpor tukang dari kota dan kabupaten lain, ada dari Blitar, Nganjuk, Mojokerto, dan lainnya. Percaya? Itu kenyataannya. Minggu, Senin, Selasa, tiga hari hujan dengan lebatnya, kami kewalahan dengan bocor yang tak luar biasa dahsyatnya. Tukang belum kami dapat, hingga akhirnya kami memutuskan mengimpor tukang juga, dari Blitar. Biaya semakin naik, tentu saja. masih ditambah dengan makan, minum, dan menyiapkan tempat tidur mereka, uang transport pula, alamaak. Hari Kamis (20 Februari) dua orang itu baru datang untuk membenahi atap rumah ini (termasuk talang airnya). Lima hari mereka bekerja dan masih saja hasilnya tak sempurna, dengan terpaksa kakak saya memulangkan mereka, dan mencari tukang yang lebih professional lainnya. Hari ini saya pulang ke Surabaya, tepat dua minggu menjadi relawan disana.

Semoga Kelud tertidur lagi. Begitu pula dengan alam Indonesia lainnya. Kami manusia seringkali mendapatkan inspirasi darimu, untuk berkarya. Lagu, puisi dan tulisan-tulisan lainnya, fotografi serta berjuta karya lain telah tercipta karenamu. Terimakasih telah berusaha berkomunikasi, semoga kita bisa hidup lebih harmonis lagi, saling mendampingi, untuk masa depan nanti :)))