Kalimat penuh makna itu terlontar kala dia merasa jika sikapku sudah berubah tak seperti yang sudah-sudah (menurutnya sih jadi lebih baik lagi wkwkkw)

Jadi ceritanya, hari itu kalau tak salah adalah hari Jumat. Pagi hari setelah mandi sebelum berangkat menuju kampus untuk kuliah seminar (tesis), ada yang mengetuk pintu rumah (kontrakan)ku. Setelah ku buka, ternyata ada sesosok ibu-ibu paruh baya berkerudung yang belum pernah ku temui sebelumnya. Belum sempat bertanya ada apa, dia langsung meminta untuk masuk ke rumah, ada yang ingin disampaikan katanya. Tak mau berpikir buruk, aku pun mengajaknya masuk dan duduk.

Singkat cerita, ibu-ibu itu menawarkan jasa pijat dan lulur kepada kami (ada aku dan Sari waktu itu, kawan satu rumahku). Karena sudah dua malam aku merasa salah tidur dan leherku sakit, aku pun tertarik. Sari juga tak keberatan sama sekali untuk ikut menggunakan jasa si ibu. Jadilah kami sepakat meminta agar ibu yang mengaku bernama Wiwik itu datang lagi nanti pada sore harinya, setelah kami menyelesaikan urusan di kampus lebih dulu. Si ibu pun menyanggupi untuk datang lagi, hanya saja dia meminta agar kami membayar lebih dulu. Jujur, sampai di sini saya merasakan suatu keanehan. Dia pun lantas memberikan selembar kertas bertuliskan angka-angka nominal rupiah yang ternyata ialah tagihan uang sekolah anaknya dengan total Rp 131 ribu. Mencoba percaya, saya dan Sari memberi uangnya lebih dulu karena memang merasa iba. Ditambah dia bercerita kalau anaknya sedang ada di rumah sakit untuk menjalani operasi pasca digigit anjing. Duh! Sebelum ibu itu meninggalkan rumah kami, saya meminta dan memastikan dulu nomor telponnya yang bisa kami hubungi sore nanti.

Singkat cerita (lagi), ibu itu memang tak datang dan telpon saya tak kunjung diangkatnya. :) Malah ibu saya yang kemudian menelpon saya di sore hari menjelang maghrib...

Ibuk (I) :"Gimana? Tukang pijetnya jadi dateng?"
Saya (S) : "Belum. Mungkin anaknya lagi rewel, nggak bisa ditinggal."
I : Halah, ya nggak mungkin dateng. Jelas-jelas itu nipu, mana ada tukang pijet minta dibayar di awal.
S : Yaudah nggakpapa, kurang sedekah mungkin akunya. Semoga anaknya cepet sembuh aja.
I : Tumben kamu baik? Biasanya jahat, udah marah-marah aja. (Ya Allah image di mata ibuk pun seburuk ini -_-) Gara-gara dikuliahin Oji (perlu dikenalin nggak, ya itulah pokonya) ya?
S : Iya, kata Oji ngga boleh suudzon ke orang lain
I : Alhamdulillah, doaku terkabul

Jadi, begitulah asal muasal kalimat sarat makna dari seseorang yang ku panggil Ibuk. Entah doanya yang mana yang dirasanya telah terkabul :|