[RESENSI]_Milana Karya Bernard Batubara_Seindah apa senja di Jembrana?



Judul : Milana (Kumpulan Cerpen)
Penulis  : Bernard Batubara
Penerbit  : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2013
Edisi : Pertama
Tebal : 187 halaman




Percaya tak percaya, saya membeli buku kumpulan cerpen bertajuk “Milana-Perempuan yang Menunggu Senja” ini karena ada unsur kata SENJA, karena saya begitu memuja senja dan menunggunya kala langit mulai berwarna jingga. Saya bahkan rela berhenti dari segala aktifitas sejenak hanya untuk menyapanya. Ekspektasi saya kala itu adalah saya ingin mengetahui jauh lebih banyak cerita tentang senja, saya ingin membaca dari sudut pandang seorang Bernard Batubara terkait imajinasinya terhadap senja. Selain karena ‘senja’, saya juga membeli novel bercover orange ini karena PENASARAN, tersebab kicauan dari para pembaca buku tersebut yang di-retwit Bara di twitternya. Mereka bilang bagus, menarik, dan segala macam sisi positifnya. Padahal logikanya, pastinya Bara hanya akan meretwit komentar-komentar positif saja, dan mengabaikan negatifnya. If you know what I mean…
              
 Buku kumpulan cerpen ini total berisi lima belas cerpen karya Bara, dan ‘Milana’ dipilihnya sebagai penutup cerita. Sepertinya ini cerita andalan Bara, karenanya ia juga memakai judul cerpen itu sebagai judul buku ini, dengan senja sebagai gambar covernya, dan tentu saja pada bagian belakang cover juga ada sinopsis cerpen ‘Milana’.
                
Milana…nama seorang gadis, yang selalu menunggu. Menunggu senja, juga kekasihnya, yang pergi entah kemana. Ekspektasi saya tentang senja sedikit terjawab di cerita ini, seperti narasi berikut:
               
Ada yang unik dari senja di tanah Jembrana. Senja disini hampir selalu datang bersama awan cumulonimbus dan fibratus cirrus. Kadang hanya salah satu diantaranya, kadang pula keduanya. Semburat jingga matahari yang merambat turun bercampur dengan serat-serat putih awan fibratus cirrus dan menjadi pemandangan yang luar biasa. Seperti lukisan alam di hamparan langit biru tua.

Gara-gara itu, percayalah saya teramat ingin segera menyebrang dengan Feri dari Banyuwangi menuju Jembrana, demi apalagi jika tidak melihat senja disana.
                
Ending yang menggantung digunakan Bara dalam ceritanya ini, dan ya..saya rasa ia dengan senang hati memberi kesempatan, kebebasan, dan keleluasaan kepada pembaca untuk berimajinasi membuat ending versi sesuka hati. Ini tentang Milana, senja, dan seorang pengagum rahasia.

Lalu bagaimana empat belas cerita lainnya? Engga membekas di hati sih, kalau ada lima bintang, saya hanya mau memberi buku ini dua setengah bintang saja. Karena ya..memang biasa-biasa saja, so sorry Bara, bukan salah Bara juga, karena mungkin saya yang overestimated.

Bernard Batubara, anak teknik yang sangat menjiwai seni. Rata-rata ceritanya disampaikan secara implisit. Ia menuntut kita selaku pembaca untuk aktif berpikir dan berfantasi. Apalagi kala ia menggunakan sudut pandang orang kedua tunggal, itu sangat…personal menurut saya.
              
Well, terakhir, masih menurut saya, tak semua orang sanggup mengerti apa yang ditulis Bara dalam buku ini, tak semua orang paham pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan penulisnya. Hal ini dapat terjadi jikalau mereka tak mengerti perumpamaan-perumpamaan yang hampir selalu ada di semua cerita. Embun, daun kering, pohon tua, arus sungai, matahari, akar, ranting, rembulan, dan sebagainya.

One Response so far.

  1. shiss, cuma mau bilang kalau blogku baru, yang lama error :D

Leave a Reply