Surat Terbuka Untukmu

 Di Waktu dan Tempat,
Disaat Kamu Membacanya

Untuk : Kamu, yang pernah memilihku dan meninggalkan kekasih lima tahunmu
Dari : Aku, yang pernah berdiri di sampingmu

Halo. Apa kabar laki-laki yang pernah membuatku begitu jatuh hati?
Jangan lupa tersenyum. Jangan lupa bahagia.

Harus ku akui disini, agar tak jadi beban sendiri. Bukankah memang benar, menuangkan isi hati melalui tulisan akan terasa melegakan?

Aku masih sering teringat tentangmu. Sering pula aku merindukan kita. Aku berharap semua itu tak mampu jadi alasan untuk berharap engkau kembali. Satu hal yang begitu ku harapkan, semoga kita akan sama-sama bahagia atas apa yang kita pilih kala itu. Berpisah.
 
Sulit rasanya membatasi diri untuk tidak mencari tahu tentangmu, untuk tidak menghubungimu lagi dan lagi. Apa kabar perempuan yang selalu ku cemburui itu? Hahaa.. semoga hubungan kalian baik-baik saja, entah pada akhirnya kalian bersama ataupun tidak. Setelah kita memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri tahukah engkau jika sering kali aku merindukanmu? Terus terang, aku ingin sekali melihat ke arahmu untuk memastikan masih ada senyum yang dulu membuatku nyaman dan jatuh hati padamu. Meski aku tahu itu bukan buatku lagi.

Ingatkah kamu kemana saja kita pergi dulu? Tentang genggaman tangan pertama kala itu, engkau jelas tak mau melepasnya. Rebahan pertamaku, serta hal-hal pertama yang dulu kita lakukan bersama. Tapi mungkinkah engkau mengingat jelas tentang kita? Ah, rasanya aku ingin menanyakan banyak hal padamu. Atau sesekali bersenda gurau tentangmu. Tapi kini kita sudah punya batas sendiri-sendiri yang tak mungkin kita lewati ya?

Aku ingat, ada saat dimana kita saling bertanya tentang hal-hal kecil. Seperti: “Kamu lagi dimana?” “Sudah makan belum?” atau ucapan: “Selamat pagi”, “Selamat malam” atau ucapan lainnya. Aku juga ingat sesekali engkau menelponku, dan ada kalanya percakapan di telepon itu terasa hambar. Sesekali engkau juga mengejekku sampai aku marah.

Sempat ku rasakan, berada dalam rengkuh pelukmu sudah cukup membuatku tenang. Ditambah lagi kecupanmu di keningku. Saat duduk di belakangmu aku juga selalu memelukmu dengan erat dan entah kenapa aku kala itu merasa bahwa aku akan kehilanganmu suatu saat nanti. Ya, benar saja, kita sudah tak bersama lagi sekarang.

Sebentar, apakah kau ingat betapa aku membencimu saat selama tujuh hari kau sama sekali tak berkabar? Padahal aku tahu, sebelumnya kau sudah memberi tahuku. Kau menanyakan sesuatu padaku, menyuruhku menimbang dan memikirkan dengan memberi batas satu minggu. Dan selama jangka waktu itu kau benar-benar tak mau menggangguku. Aku ternyata tidak begitu dewasa ya.

Hingga kemudian, masalah-masalah itu mulai muncul. Engkau kerap kali menyalahkan aku dalam berbagai hal. Engkau terkadang diam dalam perjalanan. Bahkan kita sering kali mendiamkan satu sama lain karena kita sudah sama-sama emosi. Sering ku berpikir betapa egoisnya dirimu, dan betapa seringnya aku mengalah. Tak adil memang. Apalagi kala hati dan otak tak pernah sinkron, otakku yang lebih sering mengalah pada hatiku yang begitu mencintaimu.

Kala itu kita punya waktu libur dua hari, yang merupakan kesempatan langka dan jarang sekali kita dapat dalam waktu bersamaan. Kita sudah merencanakan ini itu, hingga aku begitu bersemangat menjemput ke kantormu. Engkau memang hadir di hadapanku. Dengan pernyataan bahwa liburan itu tak lagi ada dan tak lagi kita butuhkan. Perdebatan berlangsung sejak pukul 23.00 hingga 06.00 dengan keputusan kita tak lagi menjadi kita.

Keesokan harinya, engkau tak lagi hadir di tiap pagiku. Tak lagi menanyaiku hal-hal sepele. Iya, kita masih sepakat untuk bertemu malam harinya, hanya untuk memastikan apakah ada yang berubah pikiran dari masing-masing kita. Nyatanya? tetap sama.

Seiring bertambahnya hari membuat aku berniat untuk semakin tak peduli, tapi sungguh itu sulit. Melihat segala sisi burukmu dan menutup mata akan segala kebaikanmu. Sikapmu juga semakin berbeda. Kau yang bilang hanya status yang berubah diantara kita, kita masih bisa berkomunikasi, bertemu, berlibur, dan lain-lainnya. Hahahaa Aku tau itu hanya sekadar kata-kata penghibur untukku saja kan?

Aku sempat berjuang mempertahankan kita. Tapi akhirnya aku pun tetap melepasmu. Ku pikir, buat apa bersama dengan seseorang yang tak lagi mengharapkanku? Terimakasih telah acapkali menyapaku di sms, -karena bbm telah ku delete- untuk sekedar menyemangatiku belajar atau hal-hal kecil lainnya.

Aquarius melankolis, itu dirimu. Aku menulis surat ini hanya sekadar mengungkapkan perasaanku. Aku hanya ingin tahu tentangmu, bukan berarti aku ingin kembali. Semoga kita akan sama-sama bahagia dengan apa yang kita punya sekarang, dan lakukan di masa depan. Terima kasih ya, setidaknya aku pernah dibahagiakanmu. Semoga kita sama-sama bahagia, ya. Ah melan...

3 Responses so far.

  1. i konw that feel vroh hahah

  2. rhaggill says:

    sudah legaan sekrang bu..???

  3. boneeto says:

    insyAllah rook. butuh lebih dari sekedar tabah untuk mencintainya :')

Leave a Reply