SUBROTO Bosan Melanda, ‘Reshuffle’ Segera


Kerja itu yang penting senang, bisa menikmati, nggak asal dapat uang banyak aja,” kata Subroto, seorang penjual pentol di wilayah Dharmawangsa barat, Rabu (19/10) lalu. Pria asli Kediri yang telah sepuluh tahun menetap di Surabaya ini mengaku telah berganti profesi sebanyak enam kali.
Berawal dari sopir angkutan umum di kota asalnya, ia menuturkan tidak suka menjadi pegawai. Dengan alasan tidak suka disuruh dan dimarahi atasan. Dalam profesinya ini, ketika ia telat menarik angkutan dan kurangnya uang setoran. Tiga tahun bertahan menjadi “pegawai” atau “bawahan”, Subroto memilih mengikuti sunnah Rasul untuk berdagang. Hal inilah yang mendasarinya hijrah ke kota metropolitan.
JENUH DAN BOSAN
Berdagang sudah menjadi pilihan hidupnya, dan profesi ini yang ia geluti hingga sekarang. “Ini kegemaran saya, sudah hobi mbak. Saya mencintai pekerjaan ini, dan tidak pernah merasa terbebani,” ungkap Subroto. Ayam potong adalah barang dagangannya yang pertama. Hanya bertahan satu tahun, sebelum ia berganti menjadi pedagang gorengan dengan durasi lebih lama, dua tahun. Lelah membuat aneka macam gorengan, Subroto beralih lagi menjadi pedagang roti bakar. Kali ini dengan durasi yang sama, dua tahun. Bosan berhadapan dengan roti, ia menjadikan pisang molen barang dagangan selanjutnya. Tidak sampai satu tahun, ia memutuskan untuk menjadi pedagang pentol.
Empat tahun sudah Subroto menggowes gerobak menjajakan pentol, dari rumah kontrakannya di Mojoklangru - Gubeng Masjid - Gubeng Klingsingan – Kertajaya – menetap di Dharmawangsa Barat – dan akhirnya pulang ke rumah. rute itulah yang ia lewati setiap harinya, selama delapan jam menunggu pembeli yang silih berganti.
Berbeda dengan pedagang kebanyakan yang mengganti barang dagangan karena banyaknya saingan, Subroto memaparkan jika dirinya adalah tipe orang yang mudah jenuh atau gampang bosan. Jadi ia suka berganti-ganti barang dagangan. “Sekarangpun saya sedang menunggu proses, maksudnya nunggu gerobak saya terjual mbak, baru ganti dagangan lagi,” ujar Bapak tiga anak ini yang tampak sumringah. Pria kelahiran empat puluh empat tahun silam ini menambahkan jika dirinya juga belum bosan dengan isi gerobaknya.
Layaknya manusia normal yang berkeinginan, Subroto menegaskan akan terus menjadi pedagang hingga hari tuanya nanti. Tentunya ia juga ingin mendapatkan kemajuan, yaitu mempunyai motor yang mengangkut barang dagangannya, tanpa menghabiskan tenaga untuk menggowes lagi.
Pria yang mengenyam pendidikan terakhir di salah satu SMP negeri di Kediri ini menyatakan dirinya membutuhkan modal Rp 200 ribu per hari untuk pentol tersebut. Penghasilannya per hari rata-rata Rp 300 ribu. Jadi laba yang didapat setiap hari kurang lebih Rp 100 ribu. “Alhamdulillah mbak, yang penting anak istri makan semua, masih bisa nabung juga buat beli motor,” papar Subroto sembari tertawa.