Surat Terbuka Untukmu Sang Pendusta, Dari Aku, Selingkuhanmu (1)

Ini artikel yang nggak bisa gue unggah di Hipwee sih btw (Hipwee itu tempat kerja saya yang baru, nanti ya saya ceritain di postingan tersendiri. Hihiiii), karena katanya nggak bisa naikin traffic. Jadilah saya post dimari sajaaa.

"Emang banyak nggak sih Ndin, orang-orang yang jadi selingkuhan?"
"Gue (disini saya jadi kebiasaan ngomong lu-gue, anjiiir kangen bahasa Jawa cuuuk!!!) sih yakin banyak Mbak, cuman ya banyak juga yang nggak ngaku."
"Jadi?"
"Sedikit yang share, dan berdampak pada sedikitnya pembaca, hahahaaa"
"Ada ide lain kah?"
"Ehmmm.. kalau tentang si perempuannya udah ingin menikah, tapi pasangannya masih menuju entah, nggak jelas gitu gimana?"
"Yaudah lu tulis itu aja."
Jadi, inilah isi surat terbuka dari ku, selingkuhanmu sayang....

Anjiiiir, almost one year kita barengan, dan aku baru tahu kalau ternyata selama ini aku cuma selingkuhanmu. 

Kamu tahu rasanya sayang? kamu tahu apa rasanya? Udah nggak semestinya sih aku memanggilmu seperti itu. Pertama, bukan salahku kalau pada akhirnya kamu bilang tertarik padaku, kamu ngaku jatuh cinta padaku, bukan salahku. Bukankah kamu sendiri yang seringkali berkata, tak pernah ada yang salah perihal hati? perihal rasa suka? rasa cinta? Dan, sekali lagi aku nggak pernah ngerasa salah.

Hingga akhirnya, awal tahun lalu, kita berangsur saling dekat. Awalnya aku kira hubungan ini sebatas kawan, sahabat biasa. Tapi rasaku malah nggelambyar, ya aku jatuh cinta. Aku tahu kau miliknya, saat itu pula aku berniat mundur dan menjauh darimu. Sebab, rasaku juga akan bertahan seiring bertahannya persahabatan kita.

Tapi, siapa sangka jika kau ternyata malah memiliki rasa yang sama. Kau masih punya dia. Di usia dimana kawanku sudah banyak yang menikah, bukankah tak sepantasnya jika aku terus menerus bermain dengan perasaan? Terlebih perasaanku sendiri. Aku minta ketegasan, aku minta kepastian.
"Kalau kamu serius sama aku, datanglah padaku dalam keadaan single."
Begitu kataku, pada suatu malam di bulan April 2015 lalu. Sekitar dua minggu, atau bahkan lebih, kau benar-benar datang, dan berkata jika sudah tak bersama perempuan yang mendampingimu sekitar lima tahun itu. Aku? Ya, aku percaya, percaya. Lalu, dalam hati aku pun membatin, jika kau mudah saja melakukan itu pada perempuanmu, bukankah bukan hal yang tak mungkin jika kau akan melakukannya lagi padaku, suatu saat nanti?

Ahh..persetan. Kala itu, aku hanya berpikir jangka pendek. Tentu saja, siapa yang tak mau, siapa yang tak bungah perasaannya ternyata terbalaskan alias tak bertepuk sebelah tangan? Ya, aku bahagia. Kau jadi milikku. Aku menang. Bagaimanapun, ternyata perempuan masih memiliki jiwa kompetitif, tak hanya milik kalanganmu saja sayang.

Sebelum 4 Mei 2015 lalu, sebelum hubungan ini kita resmikan, sebelum kau memutuskan perempuanmu asal kota reog itu, aku ya jadi sleingkuhanmu. For the first time of my life. Rasanya? Kau tanya bagaimana rasanya?

Apa kau percaya kalau ku bilang kala itu aku bahagia?Ya, ba-ha-gi-a. Bahagia. Aku penyuka tantangan, dan itu sangat menantang. Harus siap dihujat, diomongin dibelakang, dimaki, aku siap setiap saat. Tapi sensasinya, luar biasa. Aku suka.

Tapi poinnya, tak akan pernah ada selingkuhan yang nggak baper. Nggak akan pernah ada. Nggak pernah. Aku sering baper? banget. Karena kita kudu kucing-kucingan kan? Dari pacarmu, dari, ahh entah siapa lagi. Teman pacarmu? Iya teman pacarmu yang sekantor dengan kita itu. Rasa ingin menyerah menjadi selingkuhan, dan rasa kasihan sesama perempuan sempat muncul dibenakku. Tapi bukan aku namanya kalau berakhir pada menyerah. Toh akhirnya aku yang menang kan?

Hahaa aku baik-baik saja saat menulis mengetik surat ini, percayalah. Pernah ada seseorang berkata, mereka yang terbahak pada tawa, justru dialah yang paling dalam memendam luka. Iya, itu aku. Dan katanya (lagi), luka itu nggak boleh dipendem sendiri, harus dikeluarkan dalam bentuk karya, seperti tulisan ini misalnya. Kalian yang baca mau tertawa? Silahkan. Atau kalian justru mau bertanya lebih detail tentang suka duka menjadi selingkuhan? Hahahaa... aku baik-baik saja, tenanglah...

Balik lagi, waktu itu aku bahagia karena ada yang memperhatikanku, ya semudah itu. Walau selingkuhan, rasanya itu sama kaya punya pacar. Sedihnya ya karena baper itu tadi. Memang pada akhirnya kamu memilihku, tapi aku tau itu tak mudah. Kamu sempat tak ingin memilih kan? Kamu menginginkan kami berdua kan? Walau endingnya kamu bohoning aku lagi, kamu jalan sama aku, tapi tetep sama dia di belakangku? Parahnya baru semalam aku tau.

Hahahaaa....udah ah, bersambung ajalah, kerja dulu gue...Daaaaaaa

(to be continued)

That's not based on true story sih sebenernya. Curhat tipis-tipislah. Hanya saya, Tuhan, dan kamu yang tahu gimana versi aslinya... 

Leave a Reply