Delman Elit Jogja Punya


Apa yang kalian pikirkan tentang pekerjaan menjadi kusir delman atau yang juga biasa disebut dokar?
Cerita berawal ketika saya berwisata di kota yang masih sangat kental budaya jawanya itu, akhir Februari lalu (lama? Emang. postingan ini sebenernya buat lomba, tapi kalah. Jadi diposting disini aje :D) Dua hari disana, saya beserta kawan kawan juga dua kali menggunakan jasa kuda dan kusirnya (baca: delman). Pertama, kami menggunakan delman dari malioboro menuju alun alun kidul, dengan kesepakatan harga sebesar 40 ribu rupiah, setelah tawar menawar tentunya. Kedua, kami menggunakan delman dari keraton selatan menuju pasar kembang dengan harga yang sama tanpa ditawar. Nah loo..ko bisa???

Saya juga kaget awalnya, ketika kami menyebutkan tempat tujuan si bapak kusir tidak langsung memberi harga, beliau malah menyuruh kami menyebut harga yang kami inginkan dahulu. Langsung saja kami menyebutkan angka 40 ribu rupiah, dan si bapak langsung setuju, menyuruh kami naik dan beliau bergegas menjalankan delmannya.

Seketika kami merasa aneh, ditambah dengan penampilan bapak ini yang sangat rapi dan terkesan elite. Iya elite, pakaiannya seperti abdi abdi dalem keraton yang kami temui ketika berada disana, bahkan jauh lebih bagus. Selain itu, delman yang kami naiki berasa mewah saja, dengan ukiran ukiran disana sini, dan hiasan hiasan yang dikenakan oleh kuda penariknya. Kudanya pun lebih gemuk dari delman sebelumnya yang kami naiki, juga dari kuda kuda penarik delman lainnya.

Saking penasarannya, salah satu dari kami berlima pun bertanya kepada bapak kusir. Berawal dari umur kuda, makanannya bagaimana ia bisa segemuk ini, hiasan hiasan yang dikenakannya, hingga ukiran ukiran pada delman hingga memberikan kesan mewah.

Bapak kusir pun bercerita, si kuda bisa gemuk seperti ini karena kuda itu jarang bekerja, hanya makan saja setiap hari di rumahnya. Beliau menuturkan jika hanya menarik delman pada akhir minggu saja, hanya dua hari yaitu sabtu dan minggu. Kenapa? Tujuannya hanya untuk mengisi waktu luang saja, agar tidak bosan berada di rumah setiap hari, beliaupun memilih untuk berkegiatan menjalankan hobinya pada akhir minggu.

Hobi? Iyaa..sejak masih berusia muda bapak kusir yang kami taksir kini usianya di atas 60 an ini sudah bekerja menarik delman. Waktu itu jelas tujuannya untuk mengais rupiah, namun kini telah berbeda. Ketiga orang anaknya telah lulus sekolah dan semuanya mendapat pekerjaan yang layak, rejeki mereka pun lebih dari cukup. Untuk itu mereka melarang ayahnya menarik delman lagi diusia senjanya, awalnya bapak kusir menurut kepada anak anaknya. Namun, karena bosan beliau pun meminta ijin kepada anak anaknya untuk tetap menarik delman sebagai sarana refreshing dan menyalurkan hobinya saja. Itulah jawaban kenapa di awal tadi beliau setuju setuju saja terhadap harga yang kami ajukan, karena rupiah tak lagi menjadi tujuannya.

Untuk makanan dan perawatan kuda termasuk hiasan hiasan yang dikenakan, bapak kusir itu mengaku telah mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk kuda kesayangannya ini, begitu pula dengan ukiran ukiran yang ada pada dinding dinding delman yang tengah saya naiki kala itu. Benar saja jika kesan elite dan mewah kami rasakan sepanjang perjalanan, lha memang ini delman dan kuda perawatannya sangat mahal.

Kuda itu juga bukan satu satunya kuda yang dimiliki bapak kusir sukses itu, masih ada banyak kuda yang ia pelihara di rumah, mobil pun beliau punya.

Inti dari cerita bapak kusir ini adalah, jangan lah kita meremehkan orang lain karena pekerjaannya. Apakah kusir delman identik dengan orang miskin? Sekalipun iya tak sepantasnyalah kita meremehkan. Nyatanya? Memang tidak. Bahkan dari cerita ini ada kusir delman yang sangat gigih dan pantang menyerah semasa mudanya, dan dengan niat dan semangatnya mampu menyekolahkan anaknya hingga menjadi sarjana ketiganya. Tujuannya? Jelas agar anak anaknya bernasib lebih baik dari dirinya, agar anaknya mendapat pekerjaan yang layak dan gaji yang jauh lebih tinggi dari dirinya. Buktinya bapak kusir itu bisa mewujudkan keinginannya terhadap anak anaknya, bahkan semua anaknya pun berbakti. Mereka mau dengan suka cita merawat kedua orang tuanya yang telah menginjak usia senja, menyuruh ayah dan kudanya beristirahat, walaupun akhirnya tetap menarik delman agar tetap berkegiatan.

Tak semua yang kita lihat sama seperti stereotype..
Hargai orang lain jika kita pun mau dihargai..
Jangan sia siakan kesempatan yang diberi Tuhan melalui harta orang tua kita, kesempatan sekolah misalnya, apalagi kuliah. Yang dibawah sangat berjuang untuk memperoleh pendidikan, kita???