Judul : Menanti Cinta
Penulis : Adam Aksara
Penerbit : Mozaik Indie Publisher
Tahun terbit : Pebruari 2014
Edisi : pertama
Tebal : viii + 221 halaman
Penulis : Adam Aksara
Penerbit : Mozaik Indie Publisher
Tahun terbit : Pebruari 2014
Edisi : pertama
Tebal : viii + 221 halaman
Cinta tak
pernah membebani…
Ia meringankan yang memilikinya…
Setuju ??? saya sih
setuju-setuju saja dengan quote tersebut. Jika ada beban, terlebih
dipersulit, itu bukan CINTA. Well, ini cerita tentang sepasang anak
manusia bernama Alex dan Claire. Gambaran tentang mereka berdua sih
banyak kita temui di kehidupan sehari-hari, jadi tidak terlalu susah
untuk membayangkannya. Yang agak sulit dibayangkan adalah, ini
settingnya dimana? Adam Aksara hanya menyebutkan kota kecil dan kota
kecil saja berkali-kali.
Alex terlahir cacat, tapi memiliki
kekayaan materi yang luar biasa, segalanya dia punya. Claire cantik,
namun ia terlahir berlumur kemiskinan dan penderitaan. Terlahir dari
rahim seorang ibu yang berprofesi sebagai pelacur, dan bahkan ibunya
sendiri tak mengetahui siapa ayah kandung Claire. Entah kenapa saya
begitu sulit mempercayai jika ada manusia yang terlahir se-menderita
itu, sedikit tak masuk akal saja. Miskin, tak terlalu pintar, ayah
tiri yang sangat ingin’menodai’nya, ibu kandung yang selalu
berusaha menjualnya, pemilik restoran tempatnya bekerja yang tak
pernah lupa menindasnya. Oh Claire…. Kenapa Adam tak menuliskan
bagaimana kehidupan keseharian Ayu (adik tiri Claire) hingga akhirnya
ia benar-benar terjual?? Awal kisah penulis sempat menuliskan jika
sosok Claire sangat menyayangi Ayu dan ingin melindunginya.
Kenyataannya, Claire berada di luar rumah dari pukul 07.00 pagi
hingga 10.00 malam. Lalu bagaimana dengan Ayu? Apa iya dia baik-baik
saja? dengan orang tua yang jahatnya luar biasa?
Saya merasa porsi Adam dalam
menarasikan sosok Claire sangat banyak dibandingkan narasi yang
dibuatnya tentang Alex. Yang saya sebagai pembaca ketahui hanyalah
sosok Alex seorang dosen kimia yang cacat dan kaya, tanpa tahu
bagaimana gambaran lebih mengenai fisiknya dan juga keluarganya,
terutama kedua orang tuanya. Tak seperti Claire yang dengan gamblang
disampaikan jika ia berwajah cantik, walau ia hanya memiliki dua
helai pakaian yang pantas dikenakan untuk pergi kuliah. Pakaian itu
semakin hari warnanya juga kian memudar akibat terlalu sering dicuci.
Ia memiliki kulit tangan yang kasar akibat terlalu keras dan sering
bekerja, ia tak memiliki rambut lembut yang tergerai indah karena
sama sekali tak pernah berkunjung ke salon, kulitnya juga tidak
putih. Dengan segala kekurangan yang dimiliki Claire, namun Alex
tetap mencintainya. Bagaimana dengan penampakan fisik Alex? Sungguh,
saya sulit membayangkannya. Begitu juga dengan kedua orang tua Alex
yang tak pernah diceritakan Adam. Tak seperti Claire yang memiliki
ibu yang sempat berprofesi sebagai pelacur dan ayah seorang pengedar
narkoba yang selalu keluar rumah di atas pukul 10 malam untuk mencari
rupiah dengan menakut-nakuti orang di jalanan. Adam terkesan
membiarkan pembacanya untuk menebak-nebak apa pekerjaan ayah Alex,
dengan menceritakan saat Alex ingin sekali memaksa Markus si pemilik
Mark’s Burger (tempat bekerja Claire) untuk menjual restoran itu
padanya, Alex dengan segera menelpon ayahnya untuk meminta bantuan.
Beberapa hari kemudian, Markus pun telah terkurung dalam jeruji besi
dengan dakwaan sebagai seorang pemakai narkoba. Penjebakan itu
dilakukan salah seorang narapidana (yang mana ia merupakan sahabat
lama Markus) yg dibebaskan dengan syarat (syaratnya ia harus berhasil
menjual obat-obatan itu pada Markus). Narapidana itu berhasil bebas
karena andil ayah Alex yang ternyata bersahabat dengan kepala penjara
disana. Pembaca bisa saja menyimpulkan jika Ayah Alex bekerja di
sektor kepolisian.
Cerita dalam novel “Menanti Cinta”
ini terkesan unik, berbeda dengan cerita-cerita novel lainnya. Dengan
membawa isu kemiskinan dan penindasan agaknya Adam Aksara ingin
sekali para pembacanya lebih membuka mata terhadap apa yang terjadi
di sekelilingnya, terlebih untuk mengulurkan tangan membantu mereka.
Alur cerita juga unik, flash back nya sama sekali tidak
membingungkan. Biasanya dalam novel-novel yang saya baca sebelumnya,
jika penulis ingin menceritakan dari dua sudut pandang, dari dua
tokoh, maka ia akan menyelesaikan satu sudut pandang dari satu tokoh
dulu, baru berlanjut ke sudut pandang tokoh lainnya. Namun Adam
membawa kita pada penceritaan yang berbeda. Ia tak perlu menceritakan
keseluruhan dari sudut pandang Alex, baru berlanjut ke Claire. Ia
konsisten dari awal, setelah menunjukkan apa yang dirasakan Alex, ia
langsung berlanjut ke Claire, begitu seterusnya
Alex-Claire-Alex-Claire, dan teknik semacam itu belum banyak
digunakan para penulis lainnya, juga tidak membuat bingung
pembacanya.
It’s just another sad ending, and I
love it! Dari awal saya sudah berusaha menerka-nerka, dan terkaan
saya menyebutkan jika cerita ini akan berakhir dengan sedih. Dari
awal pembaca sudah tahu jika sosok Alex akan dibunuh oleh Adam
Aksara, hingga yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana nasib Claire
selanjutnya? Cukup bodoh rasanya jika ia ikut mati bunuh diri
mengikuti kekasih hatinya. Namun selama ini rasa-rasanya itu juga
pernah terjadi pada orang-orang sekitar kita.
Sekedar tebakan, usia mereka terpaut
sekitar sepuluh tahun. Benarkah? Tak sulit membayangkannya dengan
realita antara dosen dan mahasiswa di kampus saya. Hahaa. Tapi, Alex
luar biasa sekali nampaknya, terbukti di usia yang bahkan belum
menginjak 30 tahun ia telah menjadi seorang profesor. WOW. Apakah
tidak terlalu mengada-ada? Satu lagi, di sinopsis sampul belakang
novel tertulis, “ Alex menyimpan rahasia gelap demi mempertemukan
mereka, dan Claire menyimpan rahasia yang membuat mereka tidak akan
pernah bersatu.” Rahasia apa yang disimpan Claire? Jika ia pernah
diperkosa Markus berkali-kali?? Lalu rahasia gelap apa yang dimiliki
Alex? Saya sungguh tak menemukannya dalam 221 halaman ini.
Terlepas dari
cerita, ada beberapa dialog dalam novel yang terkesan janggal,
misalnya “Apakah kamu berjanji tidak akan pernah meninggalkanku?
Aku terlalu takut kehilangan dirimu.” Kata dirimu
tiba-tiba muncul pada beberapa dialog di halaman 147, padahal di
halaman lainnya cukup dengan kata ‘mu’ saja, ‘kehilanganmu’
misalnya. Terlihat dalam hal ini ada inkonsistensi dari Adam ketika
menyelesaikan naskahnya.
Untuk hal-hal teknis lainnya, untuk
saya kok fontnya agaknya terlalu besar ya, kecurigaan saya sih
apakah ini modus untuk mempertebal novel ini saja? Terlalu besar jika
dibandingkan dengan novel-novel ‘normal’ lainnya.
Jika kalian
berminat membeli novel ‘Menanti Cinta’, langsung saja kunjungi
website penerbitnya : Mozaik Indie Publisher
Selain novel cinta2an lu punya novel apalagi?
Ayo barter2an sama gw ndin.
Buanyak rook...traveling,guide book,petualangan,sinio..bawa'onovelmu..ayok sharing :DD ato mau tulisanku sendiri?hahahaa