ADIL (?)


Aku rasa aku sudah gila. Makan nggak nafsu, tidur nggak mampu, baca buku nggak bisa. Ahhhhh patah hati dan jatuh cinta sama sekali nggak ada beda.
 

Sekarang, sudah 01.43, dan aku masih terjaga. Padahal, kau tau setebal apa lingkar hitam di mataku? Aku sudah kurang tidur sejak dua atau bahkan tiga hari lalu. Kerjaan numpuk, deadline ketat. Aku sadar aku lelah, aku butuh istirahat. Apa aku harus konsumsi obat?

***

“Zaaaaaas......Banguuuuuuuuun,” apa pula ini Tuhan. Rasanya aku baru bisa tidur sekian menit.
“Zaaaaaas.....Katanya mau sarapan bareeeeng,” Astaga Nadia. Aku lupa ada janji denganmu sepagi buta.

Terpaksa, aku pun membuka mata dan melihat jam di dinding kuning kamarku. Benar saja, mataku baru terpejam 45 menit. Sekarang, tepat pukul 08.00 pagi.

“Iya iya sarapan. Aku mandi sebentar,” kataku sambil bergegas turun ranjang. Daripada kupingku makin tuli dengar suaranya yang terus melengking itu.

***

“Ngantuk banget kamu ya? Tidur jam berapa?”
“45 menit sebelum kamu teriak teriak di kamarku.”
“Hah? Ngapaiiin? Kerjaan?”
“Jatuh cinta”

Dengar jawabanku, dia malah tersedak sarapannya sendiri. Lantas bergegas minum untuk kembali menanggapi. Apa jawabanku sekonyol itu?

“Sama siapa?”
“Klien,” jawabanku singkat, acuh tak acuh.
“Klien yang mana? Ceritaaaaaa,” Ahh pasti dia akan terus memaksa.

Aku baru yakin aku benar-benar jatuh cinta saat tubuhku bereaksi seperti kemarin, seharian.

*** 

Kantor siang ini, rasanya sepi sekali. Demi Tuhan, aku masih mengantuk. Tak ada salahnya melanjutkan tidurku beberapa menit di kantor bukan?
Tapi aku tetap tak bisa tidur. Mataku terus menatap pada ponsel kuningku. Ahhh demi apa, aku menunggunya menghubungiku. Iya, laki-laki itu.
Akhirnya ia berbunyi. Semoga......

“Zaaaaas....” iya laki-laki itu mengirim pesan untukku.
“Naon” jawabku singkat.
“Tentang percakapan kita kapan hari. Kamu bilang kamu percaya ramalan kan?”
“Iya. Lalu?” aku penasaran. Dia mau diramal tentang apa.
“Kalau Libra dan Sagitarius apa cocok?” Dia Sagitarius, aku Libra. Ahh apa dia sedang bertanya tentang hubungan kami. Iya, aku dan dia.
“Libra itu..paling cocok dengan tiga zodiak. Sepengetahuanku. Ada Aquarius, Gemini, dan Sagitarius. Cocok cocok saja. Nantinya, si Sagitarius yang berbakat jadi pemimpin, bisa bantu Libra yang seringkali ragu dan terus menimbang nimbang kehidupan.”
“Hehee... gitu ya. Oke, semoga ya.”
“Amin.” Jawabku. Lagi-lagi singkat. Ahh aku memang selalu jual mahal. Aku sakit hatiku tersakiti oleh lelaki untuk kesekian kali. Tapi apa bedanya. Toh aku sudah memberi hatiku pada lelaki itu. tapi sepertinya gayung bersambut. Pasti tak lama lagi dia akan menyatakan cinta padaku.

***
Hari ini, PH (Production House) tempatnya bekerja sedang melaunching sebuah program baru. Dan kau tahu, dia mengundangku. Tentu saja. Mungkin ini saat tepat baginya untuk meminangku. Persis, seperti targetku. Aku mau menikah tahun depan. Hahaa padahal aku sama sekali belum punya calon. Tapi aku yakin jika Tuhan sudah menyiapkan.

Kemarin, aku berkunjung ke salon. Tak sekadar berkunjung, aku melakukan beragam perawatan disana. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Oke, ku akui, aku ingin terlihat menawan di hari bahagia ini. Setidaknya aku yakin akan bahagia. Gaun hitam yang berkesan elegan ku kenakan, riasan ku maksimalkan, rambut sebahuku ku biarkan jatuh alami, tak lagi ku warnai, lihat..kini rambutku berwarna hitam legam. Saatnya aku berangkat.

***

“Selamat siang Bu Zaskia, apa kabar?”
“Selamat siang. Kabar baik, baik sekali. Pak Rendi nya ada?” tanyaku pada perempuan-perempuan yang berdiri menyambut tamu itu.
“Sebentar ya Bu, saya panggilkan,” kata salah satu dari mereka yang bergegas masuk ke dalam ruangan.
Tak lama perempuan itu kembali datang, “Iya Bu. Silahkan langsung masuk saja. Pak Rendi sudah menunggu di dalam,”
Oke, aku masuk ke dalam. Benar saja, lelaki berlesung pipit itu sudah menungguku di balik pintu.

“Halo Zaskia apa kabar? Lama kita nggak bertemu,” ucapnya sambil menyambut jemariku.
“Baik Ren. Kamu sehat kan?” tanyaku dengan mata yang... Ya Tuhan, aku tak sanggup melihatnya. Rombongan kupu-kupu di perutku juga mulai gaduh. Ku mohon, sopanlah kalian.
“Aku mau mengenalkan kamu dengan seseorang,” tuturnya tiba-tiba.
Aku? Jelas penasaran. Jangan-jangan, orang tuanya? Ahh apa aku langsung akan dilamar? Ya Tuhaan...
“Siapa?”
“Mari ikut aku,“ Tangannya ku biarkan membimbing tanganku.

***

“Nadia, kenalkan ini Zaskia, sahabat yang ku kenal pertama kali saat kita bekerja sama urusan pekerjaan. Aku membuat iklan di agency tempatnya bekerja. Sempat berbulan-bulan aku menjadi kliennya. Hahaa. Dan Zas, ingatkah kau saat ku bertanya tentang Libra dan Sagitarius minggu lalu? Dia Libraku.”

Aku yakin wajahku pucat pasi. Aku tak tahu harus merespon apa. Bahkan dalam bentuk non verbal sekalipun.

Nadia, sahabatku. Saat dia bertanya aku jatuh cinta pada siapa saat sarapan bersama minggu lalu, aku memang tak memberitahunya.

Pun begitu dengannya. Dia teman kuliahku. Kami sekarang beda kota, bahkan beda provinsi. Jarak kurang lebih 700 km memisahkan kami. Kala itu, minggu lalu, dia berkunjung ke kotaku. Memang, dia sempat bercerita jika sedang dekat dengan lelaki. Tapi, dia juga belum berani berkata padaku siapa lelaki itu. Takut tak jadi katanya. Dia juga Libra, tapi dia tak percaya pada ramalan sepertiku. Buktinya, dia bahkan tak peduli apa zodiak pasangannya.

“Zaaaas....nggak nyangka ya, ternyata kalian sudah saling kenal. Kamu tahu, Rendi melamarku awal minggu ini. Dia mengajakku menikah tiga bulan lagi,”

***

Singkat cerita, kau tahu, Nadia meninggal dua minggu sebelum pernikahannya. Kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa dan tawa cerianya. Aku? Tentu sedih. Rendi? Apalagi dia. Kecelakaan itu terjadi saat dia berangkat hendak menggapai salah satu impiannya.

Seminggu setelah Nadia pergi, Rendi pamit padaku.
“Zas, baik-baik ya..Aku pergi ninggalin Bandung, karena aku tahu Nadia juga nggak bakal suka lihat aku sedih terus-terusan,”
“Kamu mau kemana?”
“Berau. Melanjutkan mimpinya.”

Nadia, diterima sebagai salah satu pengajar di pelosok Kalimantan sana. Sedangkan Rendi, dia bahkan tak pernah punya cita-cita menjadi guru. Dia tak peduli apakah dia mampu, dia tetap berangkat. Demi membuat Nadia tetap hidup dalam kesehariannya. Melanjutkan mimpi orang yang dicintainya.

***

Sekarang, tolong katakan padaku, apa itu semua takdir?
Sebelah mananya yang adil?
Toh pada akhirnya semua yang hidup akan mati dan sendiri bukan?

Pongangan, Gresik, 3 September 2015

Leave a Reply