Balai Desa? Gratis sih, aman sih, tapiii…



KKN (Kuliah Kerja Nyata) – yang pernah jadi mahasiswa pasti tau lah ya kegiatan apa ini. Yak, semester enam lalu, full bulan juli tahun ini, saya habiskan, saya dedikasikan seluruh hidup saya (halaah) di sebuah desa yang diketahui bernama desa Simorejo, di kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Dapet sih duit dari kampus, totalnya 600 ribu tiap orang, lumayan? Kuranglah buat hidup bahagia di desa terpencil jauh dari orang tua, bulan puasa pula. Jadi mau ga mau kami harus banting tulang muter-muter Surabaya demi dapet sponsor buat program-program KKN kami. Dapet sih, dapet duit Cuma 800 ribu aja, ya bersyukur, ya Alhamdulillah, banyak kok kelompok lain yang ga dapet, apalagi selebihnya kami juga dapet sponsor berupa produk.

Kami (saya dan Sembilan teman sekelompok saya) ga muluk muluk kok, kami ga pengen untung dengan adanya subsidi dari kampus dan uang sponsor itu. Tapi sebisa mungkin kami tak mau mengeluarkan uang untuk akomodasi dan konsumsi selama disana. Uang saku kami ya uang saku kami, buat keperluan sehari-hari lah ya.

Dengan ini kami semua setuju untuk mencari penginapan dan catering’an seirit mungkin. Untuk makan atau catering bukan urusan saya, entah kenapa saya bodo amat sama makan, mungkin karena saya semacam omivora yang bisa makan apa saja, asal halal. Kalo haram tapi saya ga tau juga pasti saya makan aja -.-

Nah untuk urusan akomodasi, saya turut andil dong. Sayangnya saya tak bisa ikut survey di hari pertama survey ke desa Simorejo. Dan entah bagaimana ceritanya dua orang yang berangkat survey (ketua dan satu anggota asli Bojonegoro) memutuskan untuk kami tinggal di BALAI DESA selama satu bulan. Satu bulan men, satu bulan, gue bakal hidup di balai desa, gue bakal jadi penghuni tetap balai desa. Balai desa di rumah aja saya ga tau letaknya dimana.

Pertimbangannya? GRATIS! Gratis beda lo ya sama murah. Okelah, selama yang lain oke saya pun bisa oke juga. Toh saya juga sering tidur di pom bensin, masjid, stasiun, pelabuhan (pernah aja sebenernya, bukan sering -.-). Tapi kan ini satu bulan, full kegiatan pula, puasa lo ya, kudu jaga kesehatan dong. Kaya orang susah aja, itu kata mak saya.

Yaudah sih..Hari Pertama..
Balai desa nya lumayan gede sih, ga jelek jelek amat. Ada dua ruangan, satu untuk tiga orang cowo, satu lagi (ini sebenernya PAUD) untuk kami tujuh orang wanita. Ada satu kamar mandi, SNI kok SNI, airnya? Saya tuang detol setiap harinya :D jujur, kulit saya sensitif sama air. Terbukti beberapa hari setelahnya bintik bintik merah muncul di kulit saya, tapi lama-lama terbiasa kok ya.

Ada kasur? Menurut lu di Balai Desa ada kasur? Engga lah! Beli kasur lipat, tipis sih, untungnya ga lagi musim dingijn. Bantal guling? Mana adaa..untung saya membawa sleeping bag yang tak akan berguna di cuaca sepanas itu, jadilah saya gunakan sebagai bantal, iya bantal :D

Malam pertama….
Sumpah Horror, saya orangnya perasa, saya bisa merasakan kehadiran makhluk lain di sekitar saya. Dan menurut naluri saya, di balai desa ini ada mereka, banyak malah. Tapi saya diam saja, takut teman teman parno. Untungnya saya hanya bisa merasa, pernah sih melihat wujud mereka, namun hanya beberapa kali saja, tak sering. Malam itu saya juga melihat bayangan bayangan di jalan depan balai desa, dan kamar mandi. Selama mereka tak mengganggu saya, saya akan tetap diam.

Satu minggu pertama…saya merasa gatal yang teramat sangat (ga lebay loh ya, asli iya) di bagian leher saya, bentuk luka seperti luka bakar yang berwarna merah. Selidik punya selidik, ternyata banyak tomcat (jenis serangga berbahaya) di dinding ‘kamar’ kami, di seluruh dinding di balai desa. Bagaimana bisa? Terang saja, beberapa hari itu memang hujan, dan balai desa kami tepat bersebeahan dengan sawah. Ya iyalah tomcat-tomcat pada kabur kemari. Korbannya ga banyak, cuma dua orang, saya dan satu orang teman perempuan saya. Gatal banget sumpah deh! Pengalaman…

Akhir minggu kedua…
Saya jujur saja sangat menyukai petasan. Saat dua orang teman saya pergi ke kota untuk membeli keperluan sehari-hari, langsung saja saya menitip segala jenis petasan, yang total mereka habis uang 52 ribu rupiah, hanya untuk pesanan saya.

Setelahnya, saya mengeluarkan petasan-petasan itu dan hendak menyalakan yang belum pernah saya temui sebelumnya. Ada satu petasan model baru yang unik menurut saya, berbentuk seperti kapur tulis, dengan tulisan di kemasannya “aman untuk anak, dapat memunculkan asap berwarna-warni” langsung saja saya mencari korek api, dan menuju ke tengah balai desa.

Di lantai balai desa itu, sekitar pukul 8 malam, saya diikuti Sembilan orang teman saya yang ternyata membuntut di belakang saya menyalakan petasan tersebut. Awalnya, memang seperti di film jin jin itu, yang mengeluarkan asap berwarna-warni dan biasa digunakan untuk menghilang. Namun, tak berapa lama setelahnya, “DHUARRR” petasan itu mengeluarkan bunyi. Oh meeen…mampus saya!

Lima teman perempuan saya masuk dan mengunci pintu kamar, satu teman laki-laki masuk kamar dan berpura-pura tidur. Sisa empat orang, dua orang ada di pojokan ruang diskusi kami setiap hari, satu lagi (ini sumpah saya ga paham), ia membereskan makanan-makanan di meja makan, dan saya? Saya masih terpaku di tengah balai desa.

Hingga satu dari dua teman dipojokan itu memanggil saya, “Ndin, siniii” saya pun menghampiri dan duduk diantara mereka. satu diantara dua orang itu bernama Lucky, dia ketua kelompok kami, sumpah saya tak tega melihat mukanya malam itu. Kalau saya tak punya hati pasti saya sudah tertawa terbahak-bahak, dia sangat teramat ketakutan. Apalagi memang bapak kepala Dusun yang rumahnya pas di depan balai desa ini keluar membawa senter berukuran besar untuk memeriksa keadaan pasca terjadinya “ledakan” dahsyat itu.

Ia memeriksa sekeliling rumahnya dengan senter raksasa itu, mengarahkan senter ke semak-semak, atas pohon, hingga lapangan dan sawah sekitar balai desa. Beruntung bapak Kasun (kepala dusun) baik hati itu tak memeriksa balai desa ini, Alhamdulillah, wasyukurillah. Setelahnya, pak kasun masuk kembali ke dalam rumahnya.

Saya pun meminta maaf pada ketua kelompok, si Lucky itu tadi. Masih dalam keadaan panik, dia pun bertanya kepada saya:
            L : “kalau besok pak Kasun nanya gimana?”
A : “ya jawab aja kali emang kita yang mainan kan, kan kita gatau kalo bakal ada ledakannya, orang tulisannya cuma menimbulkan asap warna warni aja (jawab saya bagai manusia tak berdosa)” 
L : “kita? Lu aja kaleeeee (sumpah ni bocah songong juga, orang jelas jelas dia ikutan lihat, walau emang saya yang beli dan nyalain sih -.-)”
A : “Iye gue gue..belum tentu juga pak Kasun nanya’in ginian sih. Yaudah, gini deh besok pagi aku bakal ke rumah pak Kasun balikin piring, jadi kalo emang beliau mau nanya soal ini pasti nanyanya ke aku, aku yang jawab.”
L : “Oke deal. Kalo beliaunya ga nanya yaudah gausah di bahas.”
A : “yakali ngapain gue curhat…”
L : “kalo masalah ini dibawa ke kecamatan gimana? Kalo nama kelompok kita jelek gimana? Kalo nilai kita jelek gara-gara ini gimana?”
A : “mikir positif bisa kali ya…”(saya pun beranjak membersihkan bekas petasan di lantai tepat di tengah balai desa)

Esok harinya, saya memang menepati janji untuk mengembalikan piring ke rumah pak kasun, dan ternyata beliau tak menyinggung masalah petasan sama sekali, hahaa.
Tapi, sepulangnya saya dari sana, Lucky mewanti-wanti saya untuk tak lagi menyalakan petasan, mengancam nama baik kelompok katanya. Lha terus? Petasan 52 ribu baru kepake satu mau gue apain? Masa dibawa ke Surabaya? Kaya disana ga ada ajaaa..

Sore harinya, seperti biasa banyak anak-anak kecil bermain bersama saya di balai desa. Dan ide cemerlang pun datang, ahaa…bagaimana jika saya membahagiakan mereka dengan membagikan beraneka jenis petasan. Terbukti, mereka pun menyambut dengan suka cita.

Setelahnya, Lucky lagi Lucky lagi, dia bertanya:
L : “Ndin, semuanya kamu bagi’in ke mereka?”
A : “Iye pak, katanya aku ga boleh mainan kan?”
L : “Iya sih..tapi kalo mereka ditanya sama orang tua ato gurunya itu petasan dapet dari mana, dan mereka jawab dari anak-anak KKN gimana? Kita juga kan yang kena”
A : “Buset dah..salah mulu gue, tauk ah capek!”
 Saya pun berlalu meninggalkannya. Gila ya, bisa gitu saya punya ketua macem gini, mikir tu positif aja, negatifnya entar dulu, toh nyatanya ga terbukti ini.

Kejadian terkait balai desa tak berhenti sampai di petasan saja. Masih ada satu lagi, masalah orang gila. Total sepenglihatan saya ada tiga orang gila di desa ini, yang setiap hari berkeliaran , dan tak jarang mampir ke balai desa kami. Apalagi salah satunya yang bernama Mbah Dono rutin setiap hari “mengunjungi” kami. Saya sih biasa saja, mengingat cita cita tak sampai saya adalah menjadi seorang dokter jiwa, saya pun senang bercakap-cakap dengan mereka walau saya tahu tak akan pernah nyambung. Teman-teman saya? Ke mana-mana pasti minta saya untuk mengantarnya, bahkan ke kamar mandi sekalipun, mengingat cuma saya yang takut pada orang gila orang gila itu.

 TIPS

  • ·        Ada harga ada kualitas. Ga ada harga sama sekali? Pengalaman lu bejibun! Kaya Balai desa ini gratis kan? Abaikan soal tomcat dan alergi air, pengalaman berkomunikasi dengan banyak orang gila rasanya lebih menarik.

  • ·        Yang namanya Balai Desa itu pusat pemerintahan di Desa, jadi pasti di sekitarnya ada rumah aparat-aparat desa. Kalau kalian berani menginap disana, harus mau jaga etika dan sopan santun juga. Seperti misalnya, bermain petasan. Jangan tertipu dengan tulisan pada kemasannya, sangat amat menipu. Jangan pernah memainkannya di tengah tengah balai desa, pergi ke lapangan yang jauh dari peradaban sehingga tidak terjadi ‘bencana’.

  • ·        Kalau punya kelebihan indra untuk merasa atau bahkan melihat makhluk lain mending diem aja, apalagi kalo emang “mereka” ada. Daripada kalian sendiri yang diribetin gegara temen-temen sekelompok pada parno? Selama “mereka” ga ganggu yaudah, cuekin aja.

3 Responses so far.

  1. rhaggill says:

    Saya jd keingat wktu KKN medio januari lalu,dan sama seperti kisahmu,bertemu dengan orang gila,yg hampir tiap hari nongkrongnya di balai desa,dan parahnya bascamp kita jg di blai desa itu,dia sih gapapa,tp yg buat ngeselin itu kalo minta rokok kyak lg ngancemin org.bedebah bget pokokx.
    Hahaha

  2. boneeto says:

    Hai rocky :D kkn dimane lu? Cuma basecamp kan yg di balai desa?bukan tempat tinggal sebulan kaya eyke kan? Kayanya di desa emang banyak orang gila ya..ntar kalo someday ak bikin RSJ,kamu ikut nanem saham ye :DD

Leave a Reply