Di Aceh Dibina, Di Surabaya Berkarya



Ilustrasi: gaya hidup anak punk yang bebas
 
Sebulan lalu, punker (anak punk, red.) Aceh ditangkap polisi saat menggelar konser di Taman Budaya, Banda Aceh. Mereka dibawa ke Sekolah Polisi Negara (SPN) untuk dibina selama sepuluh hari. Karena tak ingin hal serupa terjadi, kini punker Surabaya sibuk mempersiapkan karya untuk  membuka mata masyarakat.
Surabaya akan menghadirkan event bertajuk ‘Seni adalah Senjata’ dengan tema yang mengangkat komunitas jalanan, bertempat di lapangan parkir Balai Pemuda, bulan Maret nanti.
Acara ini tak hanya melibatkan komunitas punk saja, diantaranya komunitas Surabaya artworker, gravity, Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ), street up, reggae, dan komunitas-komunitas lain. Tak hanya para komunitas, kepanitiaanpun melibatkan mahasiswa dari sekurang-kurangnya tujuh universitas di Surabaya.
“Disini ajang pembuktian pada masyarakat, kita nanti bisa melihat kalau rambut gimbal, mohawk, juga bisa berkarya. Biar nggak dipandang sebelah mata,” ujar Made Hendra Sasmita, mahasiswa seni rupa UNESA (Universitas Negeri Surabaya) yang tergabung dalam kepanitiaan.
Selama dua hari acara berlangsung, musik tak akan berhenti mengiringi dalam pembuktian produktivitas mereka. Acara ini dibuka untuk umum yang pada hari pertama adalah workshop bersama teman-teman komunitas dan hari kedua merupakan pameran hasil karya dari workshop sebelumnya.
“Acara ini selain untuk membuka mata masyarakat, juga untuk kita sebagai pelaku. Intinya, siapapun anda, siapapun saya, siapapun kita, mari kita bersatu membangun karya,” inilah harapan Ronald P. Sirait, ketua panitia yang antusias menyatukan berbagai komunitas di kota Surabaya.(and)